Kamis, 12 Januari 2012

Sekilas Tentang Wanita

Ketika Tuhan menciptakan wanita, DIA lembur pada hari ke-enam.
Malaikat datang dan bertanya,”Mengapa begitu lama, Tuhan?”

Tuhan menjawab:
“Sudahkan engkau lihat semua detail yang saya buat untuk menciptakan mereka?"

“2 Tangan ini harus bisa dibersihkan, tetapi bahannya bukan dari plastik. Setidaknya terdiri dari 200 bagian yang bisa digerakkan dan berfungsi baik untuk segala jenis makanan. Mampu menjaga banyak anak saat yang bersamaan. Punya pelukan yang dapat menyembuhkan sakit hati dan keterpurukan, dan semua dilakukannya cukup dengan dua tangan ini”

Malaikat itu takjub.

“Hanya dengan dua tangan?....impossible!“

Dan itu model standard?!

“Sudahlah TUHAN, cukup dulu untuk hari ini, besok kita lanjutkan lagi untuk menyempurnakannya“.

“Oh.. Tidak, SAYA akan menyelesaikan ciptaan ini, karena ini adalah ciptaan favorit SAYA”.

“O yah… Dia juga akan mampu menyembuhkan dirinya sendiri, dan bisa bekerja 18 jam sehari”.

Malaikat mendekat dan mengamati bentuk wanita-ciptaan TUHAN itu.

“Tapi ENGKAU membuatnya begitu lembut TUHAN ?”

“Yah.. SAYA membuatnya lembut. Tapi ENGKAU belum bisa bayangkan kekuatan yang SAYA berikan agar mereka dapat mengatasi banyak hal yang luar biasa.“


“Dia bisa berpikir?”, tanya malaikat.

Tuhan menjawab:
“Tidak hanya berpikir, dia mampu bernegosiasi."

Malaikat itu menyentuh dagunya....

“TUHAN, ENGKAU buat ciptaan ini kelihatan lelah & rapuh! Seolah terlalu banyak beban baginya.”


“Itu bukan lelah atau rapuh....itu air mata”, koreksi TUHAN

“Untuk apa?”, tanya malaikat

TUHAN melanjutkan:
“Air mata adalah salah satu cara dia mengekspressikan kegembiraan, kegalauan, cinta, kesepian, penderitaan dan kebanggaan.”

“Luar biasa, ENGKAU jenius TUHAN” kata malaikat.
“ENGKAU memikirkan segala sesuatunya, wanita ciptaanMU ini akan sungguh menakjubkan!"

Ya mestii…!
Wanita ini akan mempunyai kekuatan mempesona laki-laki. Dia dapat mengatasi beban bahkan melebihi laki-laki.
Dia mampu menyimpan kebahagiaan dan pendapatnya sendiri.
Dia mampu tersenyum bahkan saat hatinya menjerit.
Mampu menyanyi saat menangis, menangis saat terharu, bahkan tertawa saat ketakutan.

Dia berkorban demi orang yang dicintainya.
Mampu berdiri melawan ketidakadilan.
Dia tidak menolak kalau melihat yang lebih baik.
Dia menerjunkan dirinya untuk keluarganya. Dia membawa temannya yang sakit untuk berobat.

Cintanya tanpa syarat.

Dia menangis saat melihat anaknya adalah pemenang.
Dia girang dan bersorak saat melihat kawannya tertawa.
Dia begitu bahagia mendengar kelahiran.
Hatinya begitu sedih mendengar berita sakit dan kematian.
Tetapi dia selalu punya kekuatan untuk mengatasi hidup.
Dia tahu bahwa sebuah ciuman dan pelukan dapat menyembuhkan luka.

Hanya ada satu hal yang kurang dari wanita:


DIA LUPA BETAPA BERHARGANYA DIA

Wanita Ciptaan yang Sempurna

Ketika Aku menciptakan langit dan bumi. Aku berfirman dan jadilah.
Ketika Aku menciptakan pria, Aku membentuknya dan meniupkan nafas kehidupan ke lubang hidungnya.
Tetapi engkau, wanita, Aku menghiasmu setelah aku meniupkan nafas kehidupan ke pria karena lubang hidungmu terlalu lembut.
Aku membiarkan pria tertidur dengan nyenyak sehingga Aku dapat dengan sabar dan sempurna membentuk engkau. Aku membuat pria tertidur supaya dia tidak dapat mencampuri.
Dari satu tulang, Aku menghiasmu. Aku memilih tulang yang melindungi kehidupan pria. Aku memilih tulang rusuk, yang melindungi jantung dan paru-paru dan mendukungnya, sebagaimana begitui juga harus kamu lakukan. Dari satu tulang ini, Aku membentukmu dengan sempurna dan cantik.
Sifatmu adalah seperti tulang rusuk, kuat tetapi lembut dan mudah patah. Engkau menyediakan perlindungan untuk organ paling lembut dari pria, hati dan jantungnya. Jantungnya adalah pusat dari kehidupannya, paru-parunya menggenggam nafas kehidupan.
Tulang rusuk akan membiarkan dirinya patah sebelum ia mengijinkan kerusakan terjadi pada jantung. Dukunglah pria sebagaimana tulang rusuk melindungi tubuhnya.
Engkau tidak diambil dari kakinya untuk menjadi alasnya, tidak juga diambil dari kepalanya untuk menjadi atasannya.
Engkau diambil dari sisinya, untuk berdiri di sebelahnya dan dipeluk dengan erat. Engkau adalah malaikat-Ku yang sempurna.
Engkau adalah gadis kecilku yang cantik. Engkau telah tumbuh menjadi wanita yang sempurna, dan mata-Ku terpuaskan ketika aku melihat hatimu.
Matamu — jangan mengubahnya. Bibirmu sangat cantik ketika mengucapkan doa. Hidungmu sangat sempurna dalam bentuk. Tanganmu sangat lembut untuk disentuh. Aku telah memberi perhatian pada wajahmu saat engkau tertidur. Aku menggenggam hatimu dekat dengan-Ku. Dari semua yang hidup dan bernafas, engkau adalah yang paling mirip dengan Aku.
Pria berjalan bersamaku di hari yang dingin dan dia kesepian. Dia tidak dapat melihat ataupun menyentuh-Ku. Dia hanya dapat merasakan-Ku. Jadi semua yang Aku ingin Pria berbagi denganku, aku membentuknya di dalam kamu.
Kekuatan-Ku, kemurnian-Ku, cinta-Ku, perlindungan-Ku dan dukungan-Ku. Engkau adalah istimewa karena engkau adalah perpanjangan tangan-Ku.
Jadi, Pria - perlakukan wanita dengan baik. Cintailah dia, hormatilah dia, karena ia lembut. Menyakitinya, berarti engkau menyakiti-Ku. Apa yang engkau lakukan kepadanya, engkau melakukan-nya kepada-Ku. Jika engkau menghancurkannya, engkau hanya menghancurkan hatimu sendiri.
Wanita, dukunglah pria. Dalam kesederhanaan, tunjukkan kepadanya kekuatan perasaan yang telah Kuberikan kepadamu. Dalam kesunyian, tunjukkan kekuatanmu. Dalam cinta, tunjukkan kepadanya bahwa engkau adalah tulang rusuknya yang melindungi tubuhnya.
betapa indahnya wanita makhluk ciptaan Tuhan...

Kasih Sayang Ibu

Langit Malam ini seakan gelap gulita, bintang seakan bersembunyi dibalik hitamnya awan, cahaya rembulan tak lagi memancarkan sinarnya di malam ini, entah mengapa dimalam itu hujan turun sangat deras seakan-akan ingin membasahi seluruh kota Jakarta ini.
Mataku selalu tertuju pada sebuah kamar operasi. Yah, karena malam ini Ibu harus menjalani operasinya.
Ibu ku menderita kanker payudara stadium lanjut. Ibu tak pernah menceritakan riwayat penyakitnya kepada kami. Karena ibu tak mau melihat kami cemas akan penyakitnya, padahal ibu sendiri selalu kesakitan bila menahan penyakitnya tersebut.
***
Suatu hari aku pernah mendapati ibu memegang dadanya, sepertinya ibu kesakitan. Dan akupun bertanya pada ibu tentang apa yang terjadi, alhasil ibu hanya menjawab dengan wajah tersenyum kecil sambil memegang kepala ku dan berkata “ibu hanya sesak nak, mungkin ibu butuh oksigen diluar sana”.
Entah apa yang sedang kupikirkan aku pun percaya saja dengan ucapan ibu tadi. Mungkin saja ibu memang lagi butuh udara segar karena sejak tadi pagi ibu hanya didapur membuat kue-kue untuk dititipkan di warung-warung tetangga. Karena itulah pekerjaan ibu semenjak ditinggal pergi oleh ayah, ayah meninggal sejak aku berusia 7 tahun. Dan kini aku telah dewasa, aku telah kuliah di salah satu perguruan tinggi negri di Jakarta berkat beasiswa yang aku dapatkan.
Kini, aku hanya tinggal bertiga dengan  ibu dan adik laki-lakiku bernama Andri di gubuk kecil dipinggiran kota Jakarta. Aku kuliah sambil berkerja disalah satu restoran di dekat kampus ku. Sedangkan ibu hanya berjualan kue. Aku berkerja sepulang kuliah demi memenuhi kebutuhan hidup kami bertiga, karena adik ku pun butuh uang untuk biaya sekolahnya yang baru menginjak bangku SMP.
Aku tidak pernah mngijinkan adikku untuk berkerja, karena aku tidak mau  bila pekerjaannya tersebut akan mengganggu konsentrasinya belajar.
***
Pernah suatu ketika, andri mendapati ibu yang pingsan di dapur sambil berlumuran adonan kuenya. Aku yang sedang berkerja pun segera pulang karena Andri menelpon ku untuk segera pulang. Kami bergegas membawa ibu kerumah sakit, dengan nada cemas dan khawatir aku pun menanyakan kondisi ibu kepada Dokter yang menangani Ibu.
“Sudah berapa lama Ibu kamu menderita penyakit ini ?”
Aku yang dengan nada heran dan penuh tanda Tanya pun menjawab, “Penyakit ??? Penyakit apa maksud Dokter ?”
“Ibu kamu menderita Kanker Payudara. Dan ini sudah merupakan stadium lanjut, jika tidak segera ditanganin ibu kamu tidak akan terselamatkan. Sedangkan sekarang saja kanker tersebut sudah menyebar ditubuhnya. Kecil kemungkinan ibu kamu akan terselamatkan”, terang Dokter.
Spontan tubuhku seakan-akan jatuh tertipa reruntuhan bangunan, tak kuat rasanya hatiku menahan rasa sakit tersebut, ingin rasanya aku berteriak dan mengatakan kalau itu semua Tidak Mungkin Terjadi. “ibu ku sehat-sehat saja Dok, ibu tidak pernah memberitahukan kami kalau ibu menderita kanker payudara. Bilang Dok, bilang kalau apa yang Dokter katakan tadi itu semua hanya bohong, katakana Dok…. Katakannnn!!!!!”, teriakku dihadapan Dokter untuk memastikan kalau ucapan Dokter tersebut hanya lah rekayasa semata.
***
Sudah 3 hari Ibu belum juga sadar, Ibu terlihat pucat diatas ranjang kecil dan diselimuti dengan selimut tebal. Tembok putih rumah sakit seakan-akan ingin memberikan isyarat kesembuhan Ibu. Aku selalu berdoa kepada Tuhan agar diberikan jalan kesembuhan Ibu, dan aku selalu yakin akan kebesaran Tuhan yang diberikan kepada kami.
Tak henti-hentinya aku menatap wajah ibu yang penuh dengan kedamaian, walau pun wajah ibu tak lagi secerah dulu tapi aku melihat pancaran sinar yang selalu ada disetiap hembusan nafasnya dibalik penutup oksigen yang menutup hidungnya.
Wajah yang mulai terlihat keriput tersebut seakan-akan meberikan isyarat bahwa dirinya baik-baik saja. Tubuh Ibu kini tak lagi berdaya, terlihat keletihan yang selama ini disembunyikannya.
***
Setelah semalaman suntuk lampu operasi menyala diatas pintu ruang operasi, akhirnya lampu tersebut mati juga pertanda bahwa operasi telah selesai.
Hatiku pun cemas tak karuan, tak henti-hentinya juga aku berdoa agar operasi tersebut berjalan dengan lancar.
“bagaimana Dok dengan Ibu saya, operasinya berjalan dengan lancar-lancar ajah kan Dok ?’, tanyaku.
Tapi tak sepatah katapun keluar dari mulut Dokter yang mengoperasi Ibu. Beliau berlalu begitu saja, sambil diikuti beberapa suster yang sedang mendorong rangjang yang ditutupin oleh kain putih. Suster tersebut memberhentikan ranjang tersebut pas dihadapan ku. Aku pun tak lagi bisa berkata apa-apa, pikiran ku melayang entah kemana, tangan ku seakan berat untuk membuka kain putih yang menutupi tubuh seseorang yang aku belum tahu pasti siapa.
Tak kuasa rasanya aku menahan air mataku, ingin rasanya aku masuk kedalam ruangan operasi dan berharap semoga didalam sana aku menemukan Ibu yang sedang tersenyum manis menantiku untuk dipeluk dan berkata “Ibu baik-baik saja, Nak”.
Tapi itu mustahil bagiku karena aku tahu dalam ruangan operasi hanya ada satu pasien yang dioperasi, dan yang sekarang ada dihadapanku adalah pasien tersebut, dan itu adalah IBU.
Andri yang tak sabar ingin melihat wajah tersebut akhirnya membuka kain yang menutupi wajahnya.
wajah tersebut wajah yang selalu menghiasi hari-hariku, wajah yang telah melahirkan dan membesarkan ku, wajah yang selalu memberikan semangat dan inspirasi hidup ku, wajah yang selalu menopang langkap hidupku, wajah yang selalu memberikan nasehat untuk perjalanan hidup ku, dan wajah yang selalu tersenyum melihat keberhasilan ku.
Sedih rasanya hati ini, melihat kenyataan hidup. Secepat inikah Surga menginginkannya???
Mengapa Tuhan tidak mengijinkan Ibu untuk bertahan lama, setidaknya aku dapat membahagiakan ibu sebelum kepergiannya menghadap-Mu.
Kini, aku hanya tinggal berdua dengan Andri.
Aku harus bisa bertahan hidup tanpa Ibu. Aku harus bisa membesarkan adikku dan menjadikannya anak yang berbakti. Setidaknya aku ingin melihat ibu senang di surga sana melihat semangat juang ku untuk melanjutkan hidup di dunia Fana ini bersama adik kecil ku Andri.

Jaga Dia di Surga-Mu


Hari ini udah genap sepuluh tahun persahabatan Dina dan Vidy, entah Vidy mengingatnya atau dia lupa tentang hari ini. Karena udah dua tahun belakangan ini Vidy selalu lupa hari ultah persahabatan mereka.
Kriinggg…. Handphone Dina berbunyi, “hallo.., kenapa Vid’ ?”
Sahutnya, “Ngga ada apa-apa, cumin iseng ajah. Lagi ngapaen ?”
(sambil ngeliat ke arah hp, pasang muka yang terjelek) Dina pun menjawab dengan nada cuek, “oh, nga ngapa-ngapaen kok”. (lagi-lagi gini, lagi-lagi cmn ucapan ini L, sekalian ajah ngga usah nelpon huuftt…)
Malem nya Vidy sms, “hy”. “hy to..”. “med hrii persahabatn kta”. Oh my goooodd… ternyata ricky ngga lupa, langsung ajah aku jawab, “iya med hari persahabatan kita, tapi kok telad ngucapinnya? Yah aku sangka kamu udah lupa sama hari ini”. “hehe… ngga mungkin lah aku lupa, jelek”. (ya jelek panggilan manja persahabatan kami, hehe..) “bagus deh, kalo masih inget”. “aku sengaja ngucapin telad biar persahabatan kita bisa bertahan lama seperti halnya aku ngucapinnya lama ke kamu”. (Dina pun langsung terhanyut membaca sms nya, sambil senyum-senyum sendiri. Rasanya aku udah macem orang gila hehehehe..).

***

Udah sepuluh tahun lamanya persahabatan mereka hanya gitu-gitu ajah ngga ada yang lebih dan berubah dari sikapnya Vidy ke Dina. Cuek, dingin, ngga mau tau, dan ngga peduli gitu walaupun Dina tau bahwa Vidy menyimpan perasaan yang sama.
Sore ini Vidy akan pergi ke Singapore, Dina mengetahui kabar tersebut di kampus dari salah satu temen Vidy. Mengetahui kabar tersebut, Dina bergegas mengemudikan mobilnya dengan kencang kearah rumah Vidy. Dina pun tak kuasa menahan air matanya ketika tahu Vidy telah pergi sejam yang lalu. Sepulang kerumah aku langsung masuk kamar dan membaca surat dari Vidy yang dititipkan kepada mboknya.
“Din, maafin aku y.. karena dihari ultah persahabatan kita aku tak ada disampingmu. Aku sadar bahwa udah dua tahun belakangan ini aku selalu sibuk keluar negri karena aku harus mengurus perkuliahan ku di Singapore. Aku terpaksa pindah kuliah, karena aku ingin mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang lebih menantang lagi di negeri orang. Tapi, aku ada kado buat kamu dan aku yakin kamu pasti suka. Kado itu aku titipkan sama mama kamu. Sebenarnya aku ingin memberikannya langsung kekamu, tapi aku tak sanggup bila harus melihat wajah mungil kamu itu untuk terakhir kalinya. Tapi, kamu tenang saja, aku akan selalu mengirimkan surat kepadamu tanda bahwa aku disini baik-baik saja”.
Air mata Dina pun jatuh seiring ia membaca surat dari Sahabatnya tersebut, sahabat yang sangat ia sayangi, sahabat yang dapat memberikannya arti hidup, sahabat yang mengerti dikala suka dan duka, sahabat yang selalu membuatnya tesenyum, dan sahabat yang ia yakini suatu saat akan menjadi pendamping hidupnya.
Dina selalu ingat kata-kata yang selalu diucapkan Vidy kepadanya,
“Din, aku ingin hidup selamanya bersamamu. Tapi, aku ngga mau kamu terluka suatu saat nanti. Aku ngga mau ada air mata diwajah cantik kamu itu suatu saat nanti, dan aku ngga mau suatu saat nanti…………??????????
Yah, Vidy selalu memutuskan pembicaraannya diakhir kalimatnya, dengan wajah ceria dan penuh senyum seakan-akan Vidy selalu hidup dalam hatiku. Entah ia hanya ingin menghibur ku atau ada sesuatu yang dirahasiakan, entah lah toh itu hanya lah sebuah kata-kata yang menurutku hanya ungkapan semata, terang Dina.

***
Sudah setahun tiada surat masuk dari Vidy, padahal ia selalu megirimkan Dia surat yang menandakan bahwa kabarnya baik-baik saja. Surat dari Dina pun tiada balasan. Dan sudah setahun belakangan ini Dina hanya ditemani oleh Vina, kelinci putih yang dihadiahi oleh Vidy dihari ultah persahabatan mereka. Mereka menamai kelinci tersebut Vina, singkatan dari nama mereka Vidy dan Dina.
Pagi ini Dina berencana sehabis dari kampus ia akan berkunjung kerumah Vidy, silaturahmi sekaligus menanyakan kabar Vidy.
Tapi, tak ada satupun orang yang ada dirumah tersebut. Dan kata tetangga Vidy, bahwa rumah tersebut sudah setahun yang lalu di sita pihak Bank. Aku pun langsung terenung mendengar kabar tersebut, kenapa rumah ini bisa disita Bank? Dan buat apa orang tua Vidy berhutang pada Bank, bukan kah mereka itu kaya dan orang terpandang? Kalo emang iya mereka sudah tidak dirumah ini lagi, lalu kemana mereka pergi? Apakah mereka pergi menyusul Vidy ke Singapore???
Dina langsung bergegas pulang dengan rasa kecewa karena tidak dapat kabar tentang Vidy, sahabatnya itu. Walaupun mereka saling cuek selama ini, tapi entah kenapa dengan perpisahan ini rasa rindu dihati Dina seakan-akan membara. Dina merasa bersalah karena tlah bersikap cuek slama Vidy ada bersamanya. Ingin rasanya Dina memeluk erat tubuh Vidy, dan mengatakan “aku tak ingin kamu jauh dari ku, dan biarkan tangan ku ini memeluk erat tubuhmu agar tak ada lagi kata perpisahan di antara kita”.
Keesokan paginya Dina mendapatkan telpon dari tante Vivin, Mamanya Vidy, beliau mengajak ketemuan Dina di restoran tempat favorit Vidy dan Dina.
“kok tante Vivin ngajak ketemuan di Restoran itu? Dari mana beliau tau restoran itu? Buat apa beliau ngajak ketemuan? Dan dari mana saja mereka selama ini?” itu lah pertanyaan yang timbul dibenak Dina setelah mendapatkan telpon dari tante Vivin, mamnya Vidy.
Sesampainya di Restoran tersebut, tak ada tanda-tanda keberadaan tante Vivin. Bahkan ciri-ciri penampilan dari tante Vivin pun tak ada. “ach, mungkin saja tante Vivin masih dalam perjalanan”, pikir ku.
Setelah mencari meja kosong, Dina pun langsung memanggil pelayan restoran untuk memesan minuman sambil menunggu kedatangan tante Vivin. Tiba-tiba saja pelayan tersebut datang dengan membawa dua gelas minuman, jus kesukaan Dina dan Vidy. Dan selembar amplop yang berisikan surat. Terlintas dibenak Dina bahwa Vidy telah pulang ke Jakarta. “Vidy telah kembali, dan mungkin saja kini ia membuat surprise buat ku”, pikir Dina. Udah ngga sabar rasanya pengen cepat-cepat bertemu Vidy, sambil ucapkan kalo aku udah kangen padanya, dan ini lah saatnya aku tunjukan padanya bahwa aku mencintainya melebihi sahabat dan aku membutuhkannya untuk selalu disampingku. Aku tak ingin lagi kehilangannya, udah tak sabar rasanya hati ku ini”, terang Dina.
Dari kejauhan Dina melihat sesosok ibu-ibu yang menuju padanya, tak terlintas dibenaknya bahwa itu adalah tante Vivin, mamanya Vidy. Karena yang ada dihadapannya kini sesosok wanita yang menggunakan baju seadanya, dan rok panjang kusam yang menutupi kakinya yang seolah-olah telah letih berjalan, menggunakan sandal jepit dan tiada lagi high ghels yang biasa digunakankan, tiada lagi pakaian serta aksesoris mewah yang biasa melekat dibadannya. Karena Dina baru sadar bahwa yang kini berdiri dihadapannya adalah tante Vivin, mamanya Vidy.
“tante….”, sahut Dina.
“yah sayang ini tante, tante Vivin, mamanya Vidi sahabat lama kamu”, terang tante Vivin.
“apa yang telah terjadi tante, kok tante seperti ini? Dan Vidy mana tante, kok ngga ada, bukankah seharusnya dia ada bersama tante?”,
“ceritanya panjang nak, tapi tante membawakan kamu surat dari Vidy”, sahut tante Vivin.
Dina..
apa kabarnya kamu hari ini? Tentunya baik-baik saja kan? Dan bagaiman juga dengan kabar Vina? Aku harap kamu dapat menjaganya dengan baik y, sama seperti halnya kamu menjaga persahabatan kita dengan baik selama ini. Jaga kesehatan kamu ya, dan rajin-rajin belajar agar cita-cita kamu menjadi guru tercapai. Karena bila kamu berhasil aku pun ikut senang. Dokter telah memvonis usiaku hanya tinggal hitungan hari. Dan maafkan aku selama ini aku telah berbohong padamu, aku ke Singpore buka untuk kuliah, tetapi aq ke Singapore untuk menjalani pengobatan. Aku ingin hidup lebih lama din, perpisahan selama ini tiada artinya bagiku dibandingkan suatu hari nanti aku akan pergi untuk selama-lamanya jika Tuhan telah memanggil ku. Aku menderita kanker otak stadium 3, susah bagiku untuk dapat bertahan hidup.
Itulah sebabnya aku selalu memendam perasaan padamu, karena aku tak ingin menyakiti perasaan mu, aku tak ingin suatu saat nanti kamu akan menangis dipusara nisan ku. Karena aku hanya ingin pergi dengan tenang, tanpa ada tangisan di wajah orang-orang yang aku sayangi.
Aku yakin suatu saat nanti jika kamu membaca surat ini, kamu akan lebih tahu tentang arti hidup yang sesungguhnya, kelak kamu akan menemukan sesosok sahabat penggantiku sekaligus akan menjadi teman hidupmu slama-lamanya.
Dina tak sanggup lagi untuk membaca surat dari Vidy tersebut, tak henti-hentinya Dina berteriak menyebut nama Vidy dengan penyesalan yang amat terdalam karena ia tlah terlambat untuk mengetahui yang sebenarnya. Hingga saat-saat terakhir Vidy pun Dina tak ada disampingnya, untuk memberikan support dan ketegaran pada Vidy. Semuanya tlah terlambat, nasi tlah menjadi bubur. Kini hanya ada rasa penyesalan yang dirasaai Dina, serta mencoba untuk ikhlas merelakan kepergian Vidy untuk selama-lamanya.
Dina berniat untuk pindah dari kampusnya, dan mencari kampus ternama di Jakarta dengan Fakultas Kedokteran. Dina ingin kuliah mengambil jurusan kedokteran. Walaupun harus mengulang dari nol lagi, tapi ia mempunyai niat juang untuk dapat menjadi Dokter Kanker. Karena ia ingin menyembuhkan penderita kanker, walaupun ia tak bisa menangani sendiri sahabatnya yang menderita kanker tersebut tapi suatu saat nanti ia tak ingin lagi melihat penyesalan dan tangisan dari keluargaa-keluarga yang ditinggalkan karena penyakit kanker tersebut. Dan Dina yakin diatas sana Vidy akan bangga tlah memiliki sahabat yang begitu menyayanginya dan peduli terhadapnya *_*











Jumat, 09 Desember 2011

" sebuah cerita motivasi tentang kasih sayang seorang ibu "

Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja, seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan bahagian nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata : “Makanlah nak, aku tidak lapar” ———-KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA..

Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi memancing di kolam dekat rumah, ibu berharap dari ikan hasil pancingan, ia dapat memberikan sedikit makanan bergizi untuk pertumbuhan. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk disamping kami dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan suduku dan memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata : “Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE DUA..

Sekarang aku sudah masuk Sekolah Menengah, demi membiayai sekolah abang dan kakakku, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak mancis untuk ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk menutupi kepentingan hidup. Di kala musim sejuk tiba, aku bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan pekerjaannya menempel kotak mancis. Aku berkata : “Ibu, tidurlah, sudah malam, besok pagi ibu masih harus kerja.” Ibu tersenyum dan berkata : “Cepatlah tidur nak, aku tidak penat” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE TIGA..

Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama beberapa jam. Ketika bunyi loceng berbunyi, menandakan ujian sudah selesai. Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk ibu sambil menyuruhnya minum. Ibu berkata : “Minumlah nak, aku tidak haus!” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE EMPAT..

Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, dia harus membiayai keperluan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang pakcik yang baik hati yang tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar maupun masalah kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan kita yang begitu sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka, ibu berkata : “Saya tidak butuh cinta” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE LIMA..

Setelah aku, kakakku dan abangku semuanya sudah tamat dari sekolah dan bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya pencen. Tetapi ibu tidak mahu, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk memenuhi keperluan hidupnya. Kakakku dan abangku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi keperluan ibu, tetapi ibu berkeras tidak mau menerima uang tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu berkata : “Saya ada duit” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE ENAM..

Setelah lulus dari ijazah, aku pun melanjutkan pelajaran untuk buat master dan kemudian memperoleh gelar master di sebuah universiti ternama di Amerika berkat sebuah biasiswa di sebuah syarikat swasta. Akhirnya aku pun bekerja di syarikat itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetapi ibu yang baik hati, bermaksud tidak mahu menyusahkan anaknya, ia berkata kepadaku : “Aku tak biasa tinggal negara orang” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE TUJUH..

Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanser usus, harus dirawat di hospital, aku yang berada jauh di seberang samudera atlantik terus segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani pembedahan. Ibu yang kelihatan sangat tua, menatap aku dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku menatap ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perit, sakit sekali melihat ibuku dalam keadaan seperti ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata : “Jangan menangis anakku, Aku tidak kesakitan” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE DELAPAN..

Setelah mengucapkan kebohongannya yang kelapan, ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya. Dari cerita di atas, saya percaya teman-teman sekalian pasti merasa tersentuh dan ingin sekali mengucapkan : “Terima kasih ibu..!” Coba dipikir-pikir teman, sudah berapa lamakah kita tidak menelepon ayah ibu kita? Sudah berapa lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita untuk berbincang dengan ayah ibu kita? Di tengah-tengah aktiviti kita yang padat ini, kita selalu mempunyai beribu-ribu alasan untuk meninggalkan ayah ibu kita yang kesepian. Kita selalu lupa akan ayah dan ibu yang ada di rumah. Jika dibandingkan dengan pasangan kita, kita pasti lebih peduli dengan pasangan kita. Buktinya, kita selalu risau akan kabar pasangan kita, risau apakah dia sudah makan atau belum, risau apakah dia bahagia bila di samping kita. Namun, apakah kita semua pernah merisaukan kabar dari orangtua kita? Risau apakah orangtua kita sudah makan atau belum? Risau apakah orangtua kita sudah bahagia atau belum? Apakah ini benar? Kalau ya, coba kita renungkan kembali lagi… Di waktu kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi orangtua kita, lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai ada kata “MENYESAL” di kemudian hari..

Anda punya cerita motivasi anda sendiri..??? Silahkan ceritakan pada dunia..!!